Perjalanan sebuah perusahaan memang memiliki banyak ceritanya. Mulai dari cerita sukses, kegagalan, perlawanan, semua itu jadi hal menarik dari pelaku usaha. Tim kaum rebahan gak bakal relate nih pasti. Nah, kali ini kita bakal bahas perusahaan sepatu Converse. Siapa sih yang gak tau sepatu Converse? Di Indonesia malah sepatu ini jadi icon sepatu sekolahan. Tapi kalau ngebahas masalah perusahaannya, Converse ini banyak banget lika-likunya. Gimana dia akhirnya bisa bangkrut dan rela dibeli sama pesaingnya? Hmm Ayo kita bahas satu-persatu.
Pada awalnya, Converse diawali dari seorang pria bernama Marquis Mills Converse. Marquis bekerja sebagai seorang manager di sebuah toko sepatu. Sampai umur 47 tahun yaitu pada tahun 1908, Marquis mendirikan perusahaan sepatunya sendiri. Perusahaan itu dinamakan Converse Rubber Company. Nama Converse berasal dari nama belakang Marquis sedangkan nama Rubber diambil berdasarkan produk yang dibuat oleh perusahaan ini.
Nahh, dilihat dari umur, Marquis ini membuktikan bahwa umur hanyalah angka dan bukan sebuah hambatan untuk membuat sesuatu yang besar. Jadi cukup omong kosong lah dengan anggapan harus sukses di umur berapa. Yakinin aja kalau Tuhan emang udah punya skenario terbaik, dan kita tinggal beresonansi sama skenario itu. Eh bentar-bentar ini udah kemana-mana, balik lagi ke Converse yuk!
Awalnya, Converse tidak langsung membuat sepatu yang kita kenal sekarang. Mereka adalah perusahaan penyedia barang yang berbahan karet seperti sepatu karet dan juga ban mobil. Kurang sukses pada bagian itu akhirnya Converse membuat sepatu yang kemudian dapet spotlight ketika sepatu itu sukses di ranah olahraga tennis. Olahraga tennis menjadi titik awal Converse menemukan kebangkitannya. Pada 1917 penjualannya meningkat karena tennis.
Memikirkan peluang menjadi sepatu olahraga. Converse mulai masuk ke dunia olahraga basket. Converse membuat sepatu All–Star dengan sol karet dan berbahan ringan yang membuat mobilitas pemain jadi mudah dalam permainan basket.. Converse menjadi perusahaan pertama yang membuat sepatu khusus untuk permainan basket dan masuk ke industri olahraga Basket. Dari sana, Converse meraup keuntungan yang banyak.
Gak berhenti di sana, Converse semakin besar setelah Chuck Taylor join dengan mereka. Tahun 1920, Chuck Taylor bersepakat jadi Brand Ambassador sekaligus Salesman sepatu Converse. Chuck Taylor adalah seorang pemain basket legend sebelum era NBA namun pengalaman basketnya sudah sangat mumpuni sejak SMA. Maka dari itu sales yang dilakukan oleh Chuck Taylor adalah berkeliling sekolad dan tempat kuliah untuk memberikan pelatihan basket sembari menjual sepatu Converse.
Setelah kurang lebih 10 tahun, reputasi Chuck Taylor di komunitas Basket pun menjadi sangat baik. Itulah awal dari tanda tangan Chuck Taylor yang disematkan pada sepatu Converse. Hal itu bertujuan untuk membuat sepatu lebih official dan lebih personal dengan Chuck Taylor. Akhirnya Converse berjaya di dunia Basket.
Berfokus dan meraup sukses di bidang Basket tidak membuat Converse bertahan. Manajemen yang buruk membuat Converse mengalami kebangkrutan pertama pada 1929. Kebangkrutan itu dicurigai karena produk Converse yang banyak salah sasaran market. Penghasilan dari sepatu tidak cukup menutupi hutang perusahaan mereka pun bangkrut. Mirisnya adalah di dua tahun kemudian, Converse harus ditinggalkan sosok Marquis. Pendiri Converse itu meninggal karena serangan jantung. Apakah kebangkrutan perusahaannya juga yang membuat Ia meninggal? Tentu ini adalah sebuah pertanyaan dan fakta yang kelam.
Kebangkrutan kedua terjadi setelah Converse beli oleh perusahaan Interco pada tahun 1986. Interco ini awalnya adalah perusahaan sepatu juga namun mereka mencoba peruntungan di bidang furniture. Sukses di bidang itu mereka tetap ada semangat dengan perusahaan sepatu yang akhirnya membeli Converse. Di bawah pimpinan Interco, Converse malah bangkrut lagi. Indikasi kebangkrutan ini jelas karena fokus perusahaan yang tidak padu. Converse pun mengalami kejatuhan lagi yaa meskipun ini bukan kesalahan Converse banget lah yaa. Mereka bangkrut di tahun 1990.
Setelah itu, Converse mencoba untuk mandiri lagi. Mereka tetap memproduksi sepatu kebanggaan mereka dan dicoba untuk dijual kembali ke publik. Namun mereka tidak pernah berhasil bersaing dan menemukan kebangkrutan lagi. Kebangkrutan ketiga Converse ini dianggap sebagai sebuah komplikasi kesalahan Converse dalam perjalanan perusahannya. Kesalahan itu bahkan terjadi dari awal ditinggal Founder hingga tahun 2000-an.
Kurangnya inovasi menjadi kesalahan pertama Converse mengalami kejatuhan. Sepatu kebanggaan All Star yang dibuat Converse bisa dibilang sudah tidak nyaman dipakai. Kalau ngeliat pertandingan Basket juga udah jarang dan dapet dipastiin gaada atlet yang pake sepatu Converse All Star. Tidak ada inovasi di dalam tubuh Converse bahkan adanya inovasi pun dianggap sebagai tiruan dari inovasi Nike. Ini bahaya banget, ketika sebuah brand benar-benar kehilangan originalitas dari produknya. Ya. Kurang Inovasi ini berakibat ke alasan selanjutnya yaitu tidak bisa berkompetisi dengan brand lain.
Sesuatu yang menjadi alasan kejatuhan Converse ya persaingan yang tinggi dari brand lain. Seperti yang sudah kita tahu kalau Converse adalah cikal bakal sepatu basket. Dengan begitu, Converse menjadi sebuah standar sepatu Basket. Patokan standar ini ternyata menjadi penghalang buat Converse untuk berinovasi. Satu-persatu Brand yang masuk ke dunia Basket mulai menyalip Converse. Pasar Converse di dunia olahraga pun menjadi sangat turun dan bisa dibilang tidak ada karena mereka tidak bisa menangani brand-brand lain yang selalu berinovasi dengan sepatu-sepatunya.
Mencoba untuk memperbaiki reputasi malah membuat Converse semakin buruk. Converse memiliki marketing yang sangat buruk. Marketing buruk itu dibuktikan dengan strategi tahun 80-an, yang mengkontrak banyak pemain bintang Basket untuk memakai sepatu Converse. Strategi ini bagus namun tidak relevan karena tidak adanya keterkaitan terhadap personal atlet. Converse mencoba menjadi langit yang memiliki banyak bintang sedangkan brand lain fokus dengan menjadikan satu bintang sebagai sebuah matahari. Contohnya Nike dan Michael Jordan. Jordan menjadi legenda dan menjadi matahari di olahraga Basket. Mungkin itu juga menjadi alasan Jordan menolak Converse, meskipun kita tahu kalau Jordan adalah pecinta Adidas, tapi Nike berhasil meyakinkan Jordan sehingga membuat keuntungan banyak bagi Nike. Converse pun perlahan kehilangan bintang-bintangnya.
Kehilangan itu ditunjukkan oleh salah satu bintang Converse yaitu Magic Johnson, pemain terkenal NBA. Johnson sebenarnya masih ada kontrak dengan Converse tapi dia mengkritisi Converse. Kejadian itu sangat memukul dan meruntuhkan langit yang dibangun Converse. Tahun 1992, Johnson mengatakan bahwa Converse stuck di tahun 60-an. Ia mengatakan bahwa Converse masih menganggap sepatu Chuck Taylor masih relevan, Converse tidak mengikuti zaman 80 dan 90-an yang memiliki kunci keberhasilan produk pada iklan dan strategi marketingnya.
Johnson mengatakan itu bukan tanpa alasan. Dalam sebuah iklan saja, Converse memasukan banyak sekali orang dalam satu buah video. Padahal iklan itu penting dan sedang mengiklankan sepatu andalan Converse yaitu sepatu Converse Weapon. Iklan itu sia-sia dan menjadi tidak relate dengan publik. Strategi yang sungguh berbeda dengan Nike.
Tak hanya di sana, banyak kesalahan Converse juga dengan mengkontrak pemain-pemain bermasalah yang memang benar memiliki masalah. Sebagai contohnya Converse mengkontrak Dennis Rodman yang sudah melakukan pelecehan seksual. Kemudian pemain Latrell Sprewell yang dikontrak setelah mencekik dan mencoba membunuh pelatihnya. Langkah-langkah ini begitu mematikan Converse di dunia Basket.
Dari sana, orang-orang mulai sadar bahwa sepatu Converse adalah sepatu yang kurang cocok untuk dipakai berolahraga. Opini itu membuat Converse bangkrut se-bangkrut-bangkrutnya.
Converse kehilangan arah di tengah opini masyarakat tentang sepatu mereka yang tidak memberikan kenyamanan untuk kaki. Layaknya sebuah film, Perjalanan Converse memiliki sebuah plot twist yang sangat menohok. Seperti di sebuah film, Plot Twist digunakan untuk mengungkap kebenaran sehingga pemeran utama dapat berhasil mengatasi masalah. Dalam kisah Converse yang menjadi titik plot twistnya adalah Nike.
Nike adalah brand yang mengakibatkan kejatuhan Converse di bidang olahraga. Andalan Converse tidak lain dan tidak bukan adalah menjadi penyedia sepatu olahraga. Namun pasar Nike terlalu ganas dan buktinya Nike tetap menjadi penguasa industri di bidang olahraga. Tanpa tahu ada angin apa, yang mulanya rival malah memutuskan bekerja sama, namun kerja sama ini bukan seperti yang kita bayangkan karena keitungnya Nike di sini benar-benar menarik Converse yang sedang tenggelam.
Tahun 2003, Nike membeli Converse dengan nilai sekitar 300 Miliar USD. Pembelian ini membuat Converse berada di bawah Nike pada saat itu hingga saat ini dan terbukti pada tahun 2021 Converse bisa muncul ke permukaan lagi dan menghasilkan 2 Billion USD. Segala masalah Converse serasa diobati oleh Nike.
Mulai dari Inovasi, Converse yang kekurangan inovasi bersatu dengan Nike yang memiliki banyak inovasi. Buktinya pada 2015, Converse merilis Chuck Taylor 2 yang memiliki inovasi dari Nike. Nike membuat Chuck Taylor 2 menjadi lebih nyaman untuk dipakai. Dengan inovasi dan daya saing yang kembali naik, Perlahan Converse kembali ke permukaan.
Selanjutnya, Nike juga menyelesaikan masalah marketing Converse. Nike mengubah pasar Converse yang tidak lagi pada pasar olahraga. Converse dialihkan menjadi sepatu fashion dan lifestyle. Endorsement besar-besaran Converse adalah pada Miley Cyrus dan juga aktor kekinian yaitu Millie Bobby Brown dari serial Stranger Things di Netflix. Dengan berubahnya pasar Converse. Converse kembali ke permukaan dan bukti penghasilan 2 Billion USD adalah hasil yang sepadan.
Nah, begitulah Lika-Liku Cerita Sepatu Converse. Hal baiknya yang bisa kita petik, tentu sikap Marquis Mills Converse yang tidak menjadikan umur sebagai patokan untuk berkarya. Dari sini kita juga bisa belajar kalau perkembangan zaman akan terus maju dan setiap harinya kita akan senantiasa meninggalkan nilai-nilai kolot dan bermigrasi ke nilai-nilai yang baru. Siapa nih yang suka sama sepatu ini? Zaman SD, SMP, SMA mungkin memperkenalkan kita ke sepatu ini. Ada kenangan dengan sepatu ini?